Kamis, 23 Januari 2014

LEMBARAN BARU



Hari yang terus berganti membuat aku sadar bahwa, ada sebuah perubahan yang harus aku lakukan setiap harinya, sekecil apapun itu. Move on, adalah kata yang mudah untuk di katakan namun sulit untuk di lakukan. Hingga hadir sebuah keadaan dimana perubahan serasa sangat mudah untuk di capai.
Kamu, orang yang membawa semua hal yang ada di depan sangat mudah dan ringan untuk di lewati. Kamu, orang yang tak pernah aku sangka dapat hadir dalam kehidupanku dan mengisi hari hariku. Kamu, orang yang tak pernah aku kenal sebelumnya. Kamu, orang yang sekarang bisa mewarnai lembaran lembaran baruku.
Walau memang terkadang sakit jika harus melihat kenyataan bahwa, aku hanyalah satu di antara banyak orang yang mendambakanmu, aku hanyalah orang yang selalu menyelipkan namamu dalam setiap Doa Doa ku, aku hanyalah orang yang mengagumimu namun hanya bisa melihatmu saat kamu sedang bersama yang lain.
Aku sadar bahwa disini aku bukan siapa siapa yang mungkin bisa lebih dekat denganmu. Yang aku bisa lakukan sekarang adalah berusaha menjadi diriku sendiri agar kamu mengerti apa yang aku rasakan dan hingga saatnya nanti kamupun akan merasakan hal yang sama denganku dengan sedikit kesempatan yang mungkin akan kamu berikan untukku.
Mungkin benar bahwa banyak di luar sana yang jauh lebih baik dari pada aku, sangat banyak, bahkan mungkin orang orang yang berada di sekitarmu adalah orang orang yang sangat baik dan merasakan hal yang sama denganku. Sedangkan aku, orang orang di luar sana pun tak percayai aku, mudah menilaiku, dan mudah melihat sisi negatifku.
Tapi aku yakin, di balik itu masih ada sedikit hal positif yang dapat kamu lihat dari aku yang dapat mematahkan pendapat orang orang yang menilaiku negatif. Sebagai pertimbanganmu untuk memberi kesempatanku untuk merasakan hidup yang lebih nyaman kedepannya.
Karena kamu, yang membuat aku lebih menghargai hidup. Karena kamu, aku merasa hidup itu indah jika berada di sisi orang yang aku sayangi.



NYATANYA HIDUP!


Aku, ya, aku.. orang yang tak pernah seberuntung orang orang di sekitarku. A B C bahkan Z pun,, aku adalah aku bukan mereka. Bahkan aku tak pernah sama dengan mereka.
Terkadang orang mudah menilai apa yang mereka lihat, tanpa merasakan apa yang mereka bisa rasakan di sekitar mereka. Nyatanya, terkadang apa yang mereka lihat dengan apa yang menjadi kenyataan lain. Apa yang mereka lihat dengan apa yang di rasakan lain, atau bahkan apa yang mereka lihat bukanlah kenyataan yang sesuangguhnya dilihat.
Sempat aku berfikir mengenai hidup yang begitu keras dan kasar dalam perjalanan menuju keabadian, tapi apalah daya, hanya bisa menjalani hidup ini sesuai apa yang telah di takdirkan Allah SWT dengan segala nikmat yang telah IA berikan kepada hambanya.
Sedikit pertanyaan yang mungkin sulit untuk di jawab saat di tanyakan kepada orang lain. Berapa yang menagisi kepergianmu saat nanti kau pergi? Berapa yang merindukanmu saat kamu telah tiada? Dan berapa yang berharap kamu masih di sisinya sekarang walau kenyataanya kamu telah pergi? Pertanyaan singkat namun sangat sulit untuk menjawabnya saat kita melihat sebuah kenyataan dalam kehidupan.
Aku bukan lah orang baik, bukan orang yang ramah, bukan orang yang peduli dengan orang lain, dan masih banyak kekurangan yang aku punya. Penilaian kalian mungkin benar terhadapku yang seperti itu. Namun, apa kalian tau aku? Seberapa jauh kalian kenal aku? Apa kalian pernah berbincang denganku? Atau kalian sudah lebih paham mengenai aku di banding aku yang tak sepenuhnya tau tetang diriku?
Hal yang sangat menyakitkan saat kalian berbicara suatu hal yang kalian tidak tahu seperti apa dan bagaimana kenyataanya. Tapi, apalah daya, mungkin memang salahku yang tak bisa seperti kalian atau yang lain.
Satu hal yang lebih penting adalah, aku lebih suka menjadi diriku sendiri dari pada harus menjadi orang lain, yang belum tentu bisa sepertiku.

Minggu, 22 September 2013

KAPAL HEBAT DENGAN AWAK YANG LUAR BIASA


Semula berawal dari sebuah pengabdian yang ingin saya lakukan untuk sebuah instansi di sebuah perguruan tinggi ternama di kota satria. Oprect, sebuah kata penuh makna, dimana semua berawal di sana. Bingung, ya, mau jadi apa, yang pantas untuk saya. Entah mengapa saya memilih untuk jadi yang teratas, seorang pemimpin, karena ini tanggug jawabku, karena saya merasa bisa berbuat lebih. Siang itu, aku mantapkan langkah menuju ruang penuh tantangan awal di mana kejujuran dan loyalitas perlu dipertanyakan di dalamnya. 1 jam, 1 setengah jam. Bahkan lebih, saya diberi pertanyaan yang tidak semua bisa saya jawab.
Setelah semua yang terjadi dalam ruangan itu, akhirnya selesai juga tantangan pertama yang saya dapatkan sebelum tantangan-tantangan di depan selanjutnya. Pesimis, ya, pesimis, saya mulai ragu dengan kemampuanku. Tapi apa boleh buat, semua telah terjadi, hanya menunggu hasil yang dapat saya lakukan.
Hingga hari itupun tiba, dimana pengumuman terpampang jelas dalam laptop yang terhubung dengan internet. Namaku ada dalam daftar itu, tapi. Sebagai apa saya disana, semua masih belum mengetahuinya, yang jelas 56 nama terpampang jelas dalam daftar itu. Yang akan menjadi pejuang untuk kemajuan jurusan yang kami ampu sekitar 1 tahun lalu.
Rapat perdana pengumuman adalah tantangan berikutnya yang akan menentukan dimana, divisi apa, tempat mana yang cocok untuk saya dan teman teman yang namanya telah terpajang dalam mading beberapa hari lalu. Di sana semua bergembira menyambut penguuman yang akan kami dengarkan sesaat lagi. Mulailah, satu demi satu nama terpanggil menduduki divisi yang mereka inginkan selama ini. Ada beberapa memang yang tidak sesuai keinginan mereka, tapi hanya beberapa. Tak terima, ya, mungkin ada sebagian yang tidak terima dengan keputusan itu. Tapi apa boleh buat, semua sudah dipertimbangkan dengan detail baik buruknya untuk kedepan. Hingga akhir, beberapa nama belum terpanggil, termasuk saya di antaranya. Apa yang terjadi, apa ada kesalahan sistem. Ternyata tidak, semua sudah di rencanakan, dan saya terpilih jadi “Nahkoda” yang akan menentukan mau di bawa ke mana arah kapal ini.
Sebagian orang tak percaya, sebagian orang meragukan, sebagian orang mencaci, sebagian orang memandang sebelah mata, ya, saya tau, saya bukan siapa siapa, bahkan mungkin saya tak pantas di posisi ini. Tapi saya ingin membuktikan, saya bisa jadi salah satu yang terbaik.
Seiring berjalannya waktu, rapat pleno 1 pun dilaksanakan, mulailah perjalanan kapal yang saya Nahkodai. Perjalanan awal untuk sebuah perubahan yang mungkin akan ada ombak besar yang akan menghantam kapal kami kedepannya. 56 orang, hadir sebagai awak kapal yang semuanya sangat vital dalam melaksanakan tugasnya masing masing, saling bahu membahu saling bantu membantu, adalah kunci sukses agar kapal ini bisa berjalan dan bersandar di dermaga dengan selamat sesuai yang kami harapkan.



Langkah demi langkah kami jalani bersama, awalnya berjalan lancar. Halang rintang di depan bisa kami lewati dengan baik, bahkan seperti semua sudah direncanakan sejak lama dan di naungi oleh sentuhan Sang Pencipta alam.

Kamis, 03 Januari 2013

Sosok Seorang Ayah..


Bagi Anda khusus nya seorang anak perempuan, yang jauh dari kedua orang tua nya, baik sedang bekerja diperantauan, yang ikut suaminya merantau di luar kota atau luar negeri, yang sedang bersekolah maupun kuliah pasti akan sering merasa kangen sekali dengan Ibunya...

Lalu bagaimana dengan Ayah?
Mungkin karena Ibu lebih sering menelepon untuk menanyakan keadaanmu setiap hari,
tapi tahukah kamu, jika ternyata Ayah-lah yang mengingatkan Ibu untuk menelponmu?
Mungkin dulu sewaktu kamu kecil, Ibu-lah yang lebih sering mengajakmu bercerita atau berdongeng,
tapi tahukah kamu, bahwa sepulang Ayah bekerja dan dengan wajah lelah Ayah selalu menanyakan pada Ibu tentang kabarmu dan apa yang kau lakukan hari ini?
Di saat kamu masih seorang anak perempuan kecil...
 Ayah biasanya mengajari putri kecilnya naik sepeda. Dan setelah Ayah mengganggapmu bisa, Ayah akan melepaskan roda bantu di sepedamu...
Kemudian Ibu bilang : “Jangan dulu yah, jangan dilepas dulu roda bantunya” ,
Ibu takut putri manisnya terjatuh lalu terluka...
Tapi sadarkah kamu?
Bahwa Ayah dengan yakin akan membiarkanmu, menatapmu, dan menjagamu mengayuh sepeda dengan seksama karena dia tahu putri kecilnya PASTI BISA.
Pada saat kamu menangis merengek meminta boneka atau mainan yang baru, Ibu menatapmu iba.
Tetapi Ayah akan mengatakan dengan tegas : “Boleh, kita beli nanti, tapi tidak sekarang
Tahukah kamu, Ayah melakukan itu karena Ayah tidak ingin kamu menjadi anak yang manja dengan semua tuntutan yang selalu dapat dipenuhi?
Saat kamu sakit pilek, Ayah yang terlalu khawatir sampai kadang sedikit membentak dengan berkata :
“Sudah di bilang! kamu jangan minum air dingin!”.
Berbeda dengan Ibu yang memperhatikan dan menasihatimu dengan lembut.
Ketahuilah, saat itu Ayah benar-benar mengkhawatirkan keadaanmu.
Ketika kamu sudah beranjak remaja...
Kamu mulai menuntut pada Ayah untuk dapat izin keluar malam, dan Ayah bersikap tegas dan mengatakan: “Tidak boleh!”.
Tahukah kamu, bahwa Ayah melakukan itu untuk menjagamu?
Karena bagi Ayah, kamu adalah sesuatu yang sangat - sangat luar biasa berharga...
Setelah itu kamu marah pada Ayah, dan masuk ke kamar sambil membanting pintu...
Dan yang datang mengetok pintu dan membujukmu agar tidak marah adalah Ibu...
Tahukah kamu, bahwa saat itu Ayah memejamkan matanya dan menahan gejolak dalam batinnya, Bahwa Ayah sangat ingin mengikuti keinginanmu, Tapi lagi-lagi dia HARUS menjagamu...
Ketika saat seorang cowok mulai sering menelponmu, atau bahkan datang ke rumah untuk menemuimu, Ayah akan memasang wajah paling cool sedunia…. :)
Ayah sesekali menguping atau mengintip saat kamu sedang ngobrol berdua di ruang tamu..
Sadarkah kamu, kalau hati Ayah merasa cemburu?
Saat kamu mulai lebih dipercaya, dan Ayah melonggarkan sedikit peraturan, kamu di perkenankan bisa keluar rumah, namun memiliki batas. Namun kamu akan memaksa untuk melanggar jam malamnya.
Maka yang dilakukan Ayah adalah duduk di ruang tamu, dan menunggumu pulang dengan hati yang sangat khawatir...
Dan setelah perasaan khawatir itu berlarut – larut ketika itu pula ia melihat putri kecilnya pulang larut malam hati Ayah akan mengeras dan Ayah memarahimu...
Sadarkah kamu, bahwa itu karena hal yang sangat ditakuti Ayah akan segera datang?
“Bahwa putri kecilnya akan segera pergi meninggalkan nya”
Setelah lulus SMA, Ayah akan sedikit memaksamu untuk menjadi seorang Dokter atau Insinyur.
Ketahuilah, bahwa seluruh paksaan yang dilakukan Ayah itu semata - mata hanya karena memikirkan masa depanmu nanti...
Tapi toh Ayah tetap tersenyum dan mendukungmu saat pilihanmu tidak sesuai dengan keinginan Ayah...
Ketika kamu menjadi gadis dewasa...
Dan kamu harus pergi kuliah dikota lain...
Ayah terpaksa harus melepasmu pergi..
Tahukah kamu bahwa badan Ayah terasa kaku untuk memelukmu?
Ayah hanya tersenyum sambil memberi nasehat ini - itu, dan menyuruhmu untuk berhati-hati. .
Padahal Ayah ingin sekali menangis seperti Ibu dan memelukmu erat-erat.
Yang Ayah lakukan hanya menghapus sedikit air mata di sudut matanya, dan menepuk pundakmu berkata “Jaga dirimu baik-baik ya sayang”.
Ayah melakukan itu semua agar kamu KUAT, kuat untuk pergi dan menjadi dewasa.
Disaat kamu butuh uang untuk membiayai uang semester dan kehidupanmu, orang pertama yang mengerutkan kening adalah Ayah.
Ayah pasti berusaha keras mencari jalan agar anaknya bisa merasa sama dengan teman-temannya yang lain.
Ketika permintaanmu bukan lagi sekedar meminta boneka baru, dan Ayah tahu ia tidak bisa memberikan yang kamu inginkan...
Kata-kata yang keluar dari mulut Ayah adalah : “Tidak... Tidak bisa!”
Padahal dalam batin Ayah, Ia sangat ingin mengatakan “Iya sayang, nanti Ayah belikan untukmu”.
Tahukah kamu bahwa pada saat itu Ayah merasa gagal membuat anaknya tersenyum?
Saatnya kamu diwisuda sebagai seorang sarjana.
Ayah adalah orang pertama yang berdiri dan memberi tepuk tangan untukmu.
Ayah akan tersenyum dengan bangga dan puas melihat “putri kecilnya yang tidak manja berhasil tumbuh dewasa, dan telah menjadi seseorang”
Sampai saat seorang teman Lelakimu datang ke rumah dan meminta izin pada Ayah untuk mengambilmu darinya.
Ayah akan sangat berhati-hati memberikan izin..
Karena Ayah tahu..
Bahwa lelaki itulah yang akan menggantikan posisinya nanti.
Dan akhirnya..
Saat Ayah melihatmu duduk di Panggung Pelaminan bersama seseorang Lelaki yang di anggapnya pantas menggantikannya, Ayah pun tersenyum bahagia...
Apakah kamu mengetahui, di hari yang bahagia itu Ayah pergi kebelakang panggung sebentar, dan menangis?
Ayah menangis karena Ayah sangat berbahagia, kemudian Ayah berdoa...
Dalam lirih doanya kepada Tuhan, Ayah berkata: “Ya Allah tugasku telah selesai dengan baik...
Putri kecilku yang lucu dan kucintai telah menjadi wanita yang cantik...
Bahagiakanlah ia bersama suaminya...”
Setelah itu Ayah hanya bisa menunggu kedatanganmu bersama cucu-cucunya yang sesekali datang untuk menjenguk...
Dengan rambut yang telah semakin memutih...
Dan badan serta lengan yang tak lagi kuat untuk menjagamu dari bahaya...
Ayah telah menyelesaikan tugasnya...
Papa, Ayah, Bapak, atau Abah kita...
Adalah sosok yang harus selalu terlihat kuat...
Bahkan ketika dia tidak kuat,ia tetap memutuskan untuk tidak menangis...
Dia harus terlihat tegas bahkan saat dia ingin memanjakanmu...
Dan dia adalah orang pertama yang selalu yakin bahwa “KAMU BISA” dalam segala hal...

Hmm... buat anda semua khusus nya bagi wanita, apakah anda menyadari apa yang dilakukan ayah tersebut? Pasti jawaban nya tidak.. Karna itu lah sosok seorang ayah yang kemuliaan nya sulit untuk di lihat karna tertutupi oleh ketegasan nya. 
Dan berbahagialah kita yang masih memiliki seorang Ayah, jangan selalu berprasangka buruk..
Karna tidak sedikit diantra kita yang saat ini tidak mendapatkan kasih sayang seorang Ayah, jika demikian kita sebagai seorang anak doakan lah ia agar bahagia disisinya...
Percayalah bahwa saat ini ayah sangat merindukan kita apa lagi kita yang jauh dari nya...
Mungkin jika saya bertanya  :
“Sudahkah Anda menelpon/SMS pacar anda hari ini??? Hmm...saya sangat yakin pasti jawabannya sudah...” begitu juga jika saya bertanya : “Sudahkah anda menelpon/SMS Ibu??? Kemungkinan besar sudah, pastilah pacar aja udah ya ngak friend??”.
Namun Sudahkah anda menelpon/ SMS Ayah hari ini??  Jika belum, ayo..!!! mari kita telpon minimal kita SMS tanya kabar nya buatlah ia tersenyum. Karna inilah waktu nya jangan mengulur waktu bisa saja ini kesempatan terakhir  kita untuk membuatnya tersenyum dan menangis dalam kebahagiaan..
Ucapkan kalau anda “menyayangi dan merindukannya...”
Kita bisa bayangkan betapa bahagianya ia mendengar ucapan itu...

MASA MENDATANG : relakah jasadmu tidak dimandikan dan tidak dishalati..


Besok, semua jiwa akan dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya Semua orang akan menuai apa yang selama ini ditanamnya.
Kalau mereka berbuat baik, kebajikan itu akan kembali kepada mereka Dan kalau mereka berbuat jahat, kejahatan itu juga kembali kepada mereka
Rambut sudah beruban. Umurku sudah lebih dari lima puluh tahun. Meskipun aku masih gemar membaca, tetapi waktuku sudah demikian sempit. Kemilau dunia telah merebut kenikmatan membaca yang kumiliki. Itu anakku datang. Dan itu lagi, cucuku yang tidak pernah membosankan dilihat.
Kehidupan berjalan sebagaimana yang aku harapkan. Tidak terkeruhkan oleh suatu apapun..
Tibalah akhir hari Kamis.. Setelah satu hari yang panjang, penuh dengan kunjungan dan bersuka ria. Aku meninggalkan anak-anak dan cucu-cucuku. Hati kecilku berteriak. Sungguh mengherankan dunia ini. Ada pertemuan, ada perpisahan. Semuanya akan pergi. Meninggalkan atau ditinggalkan. Pikiran apa ini? Dengan cepat, aku menengok ke kiri dan ke kanan. Oh, ada setumpuk buku-buku tipis dengan ukuran kecil pula yang lama mataku tertuju kepadanya..
Tidak diragukan lagi, pasti putriku yang paling bungsu telah meletakkannya di sini. Ia selalu menghadiahkannya kepadaku dari waktu ke waktu, dan menganjurkanku untuk membacanya…
“Dzikir pagi dan petang”. Buku “Bekal Muslim Sehari-hari”. Apa lagi yang lain? Ada sebuah buku kecil, tidak lebih dari empat lembar. Hanya membutuhkan tidak lebih dari empat menit membacanya. Aku segera mengambilnya, dan dengan segera pula aku menamatkan bacaannya. Tiba-tiba aku merasa pusing. “Aku tidak dimandikan? Tidak dikafani? Tidak pula dishalatkan? Bahkan tidak boleh dikuburkan bersama kaum muslimin?
Bagaimana sesudahnya? Aku sudah berusia lima puluhan tahun. Begitukah hidupku akan berakhir?
Tidak. Ternyata masih ada lagi bacaan tersisa, akan aku ulangi lagi membacanya, namun dengan rinci:
Buku itu berjudul: “Hukum Bagi Orang yang Meninggalkan Shalat.” [1]
Ringkasnya, bahwa orang yang meninggalkan shalat adalah kafir. Aku bertanya kepada diriku sendiri: “Apakah aku kafir? Apakah setelah berumur sekian… Aku mendapatkan gelar tersebut?” Hanya kebisuan yang panjang..
Kenapa tidak kafir? Bukankah aku selalu meninggalkan shalat? Aku mendengar berbagai konsekuensi hukum bagi orang yang meninggalkan shalat.
Pertama: Tidak sah nikahnya. Bila ia menikah, sementara ia tidak shalat, maka nikahnya adalah batal. Si istri tidak halal baginya.
Yang kedua: Bila ia meninggalkan shalat setelah menikah, maka nikahnya dibatalkan (di-fasakh), dan si istri sudah tidak halal lagi baginya.
Yang ketiga: Orang yang meninggalkan shalat itu, bila menyembelih hewan, sembelihannya tidak boleh dimakan. Kenapa? Karena sembelihan itu haram. Padahal bila disembelih oleh orang Yahudi atau Nashrani, sembelihannya boleh dimakan.
Yang keempat: Tidak dibolehkan masuk Mekah atau batas tanah Al-Haram.
Yang kelima: Bila salah seorang kerabatnya meninggal dunia, ia tidak memiliki hak warisan.
Yang keenam: Bila meninggal, ia tidak boleh dimandikan, dikafani dan dishalatkan. Juga tidak boleh dikuburkan bersama kaum muslimin. Lalu apa yang dilakukan dengan mayitnya?
Digotong ke tengah padang pasir, dibuatkan lubang lalu dikuburkan bersama pakaiannya. Karena ia tidak memiliki kehormatan. Oleh sebab itu, tidak halal bagi seseorang yang di antara anggota keluarganya ada yang meninggal, sementara ia tahu bahwa orang yang meninggal itu tidak shalat, lalu menyerahkannya kepada kaum muslimin untuk dishalatkan.
Aku bagaikan hidup di alam mimpi… Aku meletakkan buku itu di sampingku. Aku mengangkat tanganku ke atas kepala dan menekannya dengan kuat. Jatuhlah satu helai uban… Aku memandanginya: apakah setelah aku beruban, aku tidak dimandikan dan tidak akan dikafani… bahkan juga tidak dishalatkan?
Inikah akhir dari segalanya? Inikah hasil dari yang kukumpulkan dari dunia ini?
Allah… sebuah kata yang keluar dari lubuk hatiku dengan tekanan penuh… Inikah akhir dari segalanya?
Di manakah kita telah berbuat keteledoran? Tidak diragukan lagi, bahwa aku sungguh telah berbuat kelalaian, bahkan terlalu meremehkan… Tetapi masalahnya, lima puluh tahun. Aku tidak pernah mendapatkan orang yang menasehati diriku seperti itu! Bagaimana ini? Tanggung jawab siapa ini?
Aku mencuci hari-hari yang buruk dengan air mata taubat. Aku berjanji kepada diriku sendiri untuk menjadi penasihat bagi setiap orang yang melakukan kesalahan…
Aku pun berdiri untuk shalat… Aku akan dishalatkan, dan insya Allah akan dikuburkan bersama kaum muslimin…
Catatan kaki:
[1] Karya Fadhilatusy Syaikh Muhammad Shalih Al-Utsaimin.
Sumber: Perjalanan Menuju Hidayah karya Abdul Malik Al-Qasim (penerjemah: Abu Umar Basyir), penerbit: Darul Haq, cet. 1, Ramadhan 1422 H / Desember 2001 M. Hal. 76-79.

PERINGATAN : ketika aku harus berhadapan dengan dua kematian..


Kita dikagetkan oleh para jenazah yang datang melintas
Namun kita main-main ketika jenazah itu sudah pergi tanpa bekas Seperti takutnya segerombolan kambing dari serangan serigala Serigala pergi, mereka pun kembali lagi bersuka-ria
Pada tahun ajaran pertama, aku masih tinggal bersama ayahku. Dalam sebuah lingkungan yang baik. Sekembali dari begadang di akhir malam, aku mendengar ibuku berdoa.
Aku juga mendengar doa ayahku dalam shalatnya yang panjang. Aku hampir berdiri termangu melihat betapa panjang shalatnya, terutama ketika aku sedang enak-enak tidur di musim dingin yang amat menggigit…
Aku terheran memandang diriku sendiri: betapa sabarnya ia melakukan itu setiap hari. Sungguh amat menakjubkan.
Aku belum menyadari bahwa perbuatan itu adalah kesenangan seorang mukmin. Itu adalah shalat orang-orang pilihan. Mereka biasa meninggalkan pembaringan demi bermunajat kepada Allah.
Setelah menyelesaikan satu fase dalam akademi ketentaraan, aku mulai tumbuh besar dan dewasa, tapi bersamaan dengan itu aku pun semakin jauh dari Allah… Meskipun aku sering mendengar berbagai nasehat yang mengetuk kedua telingaku dari waktu ke waktu..
Setelah lulus, aku ditugaskan di sebuah kota di luar kotaku, dan jaraknya amat jauh. Akan tetapi karena aku sudah mengenal terlebih dahulu rekan-rekanku di sana, hal itu meringankan bagi diriku susahnya hidup di perantauan.
Saat itu sudah tidak terdengar lagi di telingaku suara lantunan Al-Qur’an. Sudah tidak terdengar lagi suara ibuku yang membangunkan diriku untuk shalat, dan mendorongku untuk terus melakukannya. Aku kini hidup seorang diri. Jauh dari suasana kekeluargaan di mana aku pernah hidup sebelumnya…
Aku pun ditempatkan dalam pekerjaanku untuk mengawasi jalan raya tol dan di pinggir-pinggir kota. Tugasku menjaga keamanan, mengawasi jalan-jalan dan melayani orang-orang yang memerlukan bantuan. Pekerjaanku berganti-ganti, dan aku pun hidup dengan enak. Aku melaksanakan pekerjaanku dengan rajin dan penuh keikhlasan.
Namun, aku mulai memasuki kehidupan yang penuh gelombang… Aku diombang-ambingkan oleh kebingungan hendak kemana aku berorientasi, karena banyaknya waktu luangku dan dangkalnya ilmu yang kumiliki. Aku mulai merasa bosan. Tak kudapati seorangpun yang menolongku kembali kepada agamaku yang ada justru kebalikannya.
Yang kerap kali tersaksikan dalam kehidupanku sehari-hari adalah munculnya berbagai musibah dan kecelakaan..
Namun datanglah satu hari yang berbeda dari biasanya.
Di tengah-tengah pekerjaan, aku dan seorang rekanku berdiri di pinggir jalan. Kami terlibat pembicaraan menarik. Secara tiba-tiba terdengar suara benturan keras. Kami melayangkan pandangan kami. Tiba-tiba terlihat sebuah mobil yang bertabrakan dengan mobil lain yang datang dari arah berlawanan. Kami beranjak dengan cepat menuju lokasi kejadian untuk menolong korban kecelakaan tersebut..
Sebuah musibah yang sulit digambarkan. Terdapat dua orang dalam mobil tersebut dalam kondisi yang mengenaskan. Kami mengeluarkan mereka dari mobil dan meletakkan tubuh mereka dengan membujur…
Dengan cepat kami mengeluarkan penghuni mobil kedua, yang kami dapati sudah meninggal dunia. Kami kembali menemui kedua orang pertama. Ternyata mereka juga sudah dalam kondisi sakaratul maut. Lihatlah, kini rekanku sedang membimbing mereka berdua mengucapkan syahadat..
“Ucapkanlah Laa Ilaaha Illallah.” Kata rekanku. Namun mereka malah dengan keras melantunkan nyanyian. Kejadian itu sungguh memiriskan hatiku. Kebalikannya, rekanku itu sudah mengerti kondisi mendekati kematian seperti itu. Ia segera mengulang mengajarkan mereka memmgucapkan kalimat syahadat. Aku berdiri mematung, tidak bergeming sedikitpun. Dengan mata melotot, kupandangi kejadian itu. Belum pernah aku merasakan kondisi semacam ini sebelumnya. Rekanku berulang-ulang membimbing mengucapkan kalimat syahadat. Namun keduanya juga terus saja menyanyi…
Tak berguna sama sekali…
Suara nyanyian itupun kian melemah, sedikit demi sedikit. Yang pertama terdiam, diikuti oleh temannya. Tak bergerak sama sekali. Keduanyapun pergi meninggalkan dunia fana ini.
Kami menggotong mereka ke dalam mobil. Rekanku terlihat tidak membuka mulutnya. Kami berjalan dalam keadaan diam seribu bahasa..
Keheningan itu diputus oleh rekanku yang menceritakan kepadaku kondisi kematian dan su’ul khatimah. Sesungguhnya manusia itu akan ditutup kehidupannya dengan kebaikan, atau keburukan..
Penutup kehidupannya itu menunjukkan apa yang diamalkan selama hidupnya secara umum. Ia menceritakan kepadaku berbagai kisah yang disebutkan dalam berbagai buku-buku Islam. Bagaimana setiap orang itu akan menutup hidupnya dengan amalan zhahir maupun batin yang selama ini dia lakukan.
Kami menghabiskan waktu perjalanan menuju rumah sakit dengan membicarakan kematian dan su’ul khatimah. Gambaran pembicaraan kami semakin lengkap, ketika kami menyadari bahwa kami tengah membawa orang-orang mati di sisi kami…
Aku sungguh takut terhadap kematian. Kejadian itu sungguh menyadarkan diriku. Hari itu, aku shalat dengan sedemikian khusu’nya…
Namun kejadian itu sedikit demi sedikit mvlai kulupakan, aku kembali kepada kehidupanku semula. Seolah-olah aku belum pernah menyaksikan kedua orang itu menghadapi kematian. Tetapi terus terang, semenjak itu aku tidak lagi menyukai nyanyian. Saya tidak lagi keranjingan mendengar lagu-lagu seperti pada masa-masa sebelumnya. Kemungkinan hal itu disebabkan pendengaranku masih terpengaruh erat oleh nyanyian yang dilantunkan kedua lelaki tersebut, kala keduanya menghadapi kematian.
Namun secara tak dinyana, muncul hari yang penuh keajaiban.
Setelah lebih dari enam bulan berlalu, terjadilah peristiwa mengejutkan. Ada seorang lelaki mengendarai mobilnya dengan perlahan. Namun tiba-tiba mobilnya mogok. Yakni di sebuah terowongan yang menuju ke kota.
Ia berjalan kaki keluar dari mobilnya, untuk memperbaiki kerusakan pada salah satu ban mobilnya. Ketika ia sedang berdiri di belakang mobilnya untuk menurunkan ban serep yang masih baik, tiba-tiba datang mobil yang berjalan kencang dan menabraknya dari arah belakang. Ia pun jatuh tersungkur dengan amat kerasnya..
Aku segera mendatanginya bersama temanku yang lain. Kami segera menggotongnya menuju mobil. Kami juga segera menghubungi rumah sakit untuk segera menjemputnya.
Ia adalah seorang pemuda yang berusia sedang. Dari tampangnya, terlihat bahwa ia seorang pemuda yang baik agamanya. Ketika kami menggotongnya, terdengar pemuda itu bergumam. Kami mempercepat langkah membawanya, tanpa dapat mendengar dengan jelas apa yang diucapkannya. Tetapi ketika kami meletakkan di dalam mobil, dan mobilpun mulai berjalan… Tiba-tiba kami mendengar suara yang amat berbeda. Ternyata pemuda itu sedang membaca Al-Qur’an. Dengan suara yang merdu, Subhanallah, tak mungkin kita mengatakan bahwa pemuda itu sedang mengalami musibah.
Darah sudah membasahi sekujur bajunya. Tulang-tulangnya berpatahan. Bahkan terlihat sekali bahwa ia sedang menghadapi kematian. Namun ia terus membaca Al-Qur’an dengan suaranya yang merdu. Ia membacanya dengan tartil.
Sungguh seumur hidup aku belum pernah mendengar bacaan Al-Qur’an semacam itu. Aku berkata kepada diriku sendiri: “Aku akan membimbingnya membaca syahadat, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh rekanku dahulu. Apalagi aku sudah memiliki pengalaman dalam hal itu.
Aku terdiam bersama rekanku itu sambil mendengarkan suara nan merdu tersebut. Kurasakan, bahwa sekujur tubuhku hingga tulang rusukku merinding hebat. Tiba-tiba, suara itu terhenti. Ternyata ia mengacungkan jari telunjuknya ke arah langit sambil membaca syahadat. Kemudian ia memiringkan kepalanya. Aku melompat ke belakang. Kusentuh nadinya, jantung dan nafasnya. Sudah tidak ada lagi. Ia telah meninggal dunia.
Aku memandanginya lama sekali. Air mata menetes dari mataku. Namun aku berusaha menyembunyikannya di hadapan rekanku tersebut. Aku menoleh kepadanya dan memberitahukan bahwa lelaki itu sudah meninggal dunia. Spontan rekanku menangis. Adapun aku sendiri, langsung terseguk-seguk menangis, air mataku mengalir tak terbendung lagi. Pemandangan kami dalam mobil itu menjadi begitu miris.
Kami pun sampai di rumah sakit. Setiap orang yang kami jumpai, bercerita tentang lelaki tersebut. Banyak di antara mereka yang tersentuh, air mata mereka pun menetes. Bahkan ada seorang di antara mereka, ketika mendengar kisah lelaki itu, segera mencium keningnya.
Semua orang tidak ada yang beranjak sampai mengetahui dengan jelas kapan lelaki itu akan dishalati, sehingga mereja bisa menyalatkannya.
Salah seorang petugas rumah sakit menghubungi rumah korban tersebut. Yang menerima telepon adalah saudaranya. Ia menceritakan, bahwa saudaranya itu biasa pergi pada hari Senin untuk mengunjungi neneknya yang tinggal seorang diri di desa. Saudaranya itu biasa memberikan perhatian terhadap janda-janda, anak-anak yatim serta orang-orang miskin. Orang-orang di kampung itu sudah mengenalnya, karena ia biasa membagikan kaset dan buku-buku Islam kepada mereka. Ia juga biasa pergi dengan membawa mobil yang penuh dengan beras dan gula untuk dibagikan kepada orang-orang yang membutuhkan. Ia juga tidak pernah lupa membawa kembang gula untuk menggembirakan anak-anak kecil. Ia selalu membantah orang yang berusaha menghalanginya untuk bepergian dengan mengatakan bahwa perjalanan itu membutuhkan waktu lama. Ia menjawab: saya memanfaatkan lamanya waktu untuk menghafal Al-Qur’an dan mengulang hafalan, serta mendengarkan kaset-kaset dan ceramah keagamaan. Saya selalu memperhitungkan setiap langkah yang saya ambil.
Keesokan harinya, masjidpun penuh sesak oleh orang-orang yang menyalatkannya. Aku turut menyalatinya bersama jamaah kaum muslimin yang banyak jumlahnya. Usai menyalatkannya, kami membawanya untuk dikebumikan. Kami pun memasukkannya ke dalam liang yang sempit tersebut. Mereka menghadapkan wajahnya ke arah kiblat. Dengan nama Allah, dan di atas agama Rasulullah… Kami pun mulai menaburkan tanah di atas tubuhnya..
“Mohonkanlah keteguhan untuk saudaramu ini, karena sekarang ini ia sedang ditanya…”
Ia sudah memasuki hari pertamanya di alam Akhirat. Sementara aku seolah-olah baru memasuki hari pertamaku di dunia ini. Aku bertaubat dari apa yang selama ini aku lakukan. Semoga Allah memberi ampunan terhadap perbuatanku di masa lalu dan meneguhkan diriku untuk selalu taat kepada-Nya lalu menutup kehidupan dengan kebaikan, kemudian menjadikan kuburanku dan kuburan setiap muslim sebagai salah satu taman-taman Surgawi…
Sumber: Perjalanan Menuju Hidayah karya Abdul Malik Al-Qasim (penerjemah: Abu Umar Basyir), penerbit: Darul Haq, cet. 1, Ramadhan 1422 H / Desember 2001 M. Hal. 33-40.

Rabu, 02 Januari 2013

Perjalanan Hidup Manusia



Manusia hidup dengan jalan hidupnya masing-masing. Ada yang kuliah, ada yang kerja, bahkan ada pula yang pengangguran. Ada yang kaya, ada yang sederhana, bahkan tidak sedikit pula mereka yang miskin. Jalan hidup memang merupakan kapasitas dan kadar kemampuan dari seorang hamba yang telah Allah berikan untuknya. Orang kaya di uji dengan kekayaannya, dan orang miskin di uji dengan kemiskinannya. Dengan segala perbedaan ujian itu, dapat dipastikan bahwa kapasitas dan kadar kemampuan seorang hamba pun juga berbeda-beda.
Banyak yang mengira bahwa menjadi kaya itu pasti menyenangkan. Tapi tak sedikit pula orang yang hartanya berlimpah justru kecemasannya berlebih dari orang yang kurang mampu. Cemas akan hartanya yang takut kehilangan, cemas akan kenikmatan duniawi yang dapat membuatnya lalai akan adanya Allah, dan cemas apabila dia mati nanti, dia akan meninggalkan hartanya yang tidak sedikit jumlahnya. Kecemasan-kecemasan seperti itulah yang akhirnya membuat banyak orang kaya menjadi stress.
Banyak, atau mungkin hampir semua orang yang kurang mampu, berharap bisa menjadi orang kaya. Bisa kerja, kuliah, mempunyai hand phone terbaru, memiliki banyak uang, selalu punya sepatu dan baju baru, dan segala kenikmatan-kenikmatan duniawi yang sebenarnya semua itu hanyalah teman sesaat kita di kala hidup di dunia ini. Setelah itu, tak dapat lagi mereka menemani kita di kehidupan selanjutnya. Hanyalah sebuah kain kafan berwarna putih, pakaian agung dari yang teragung, yang akan kita gunakan untuk menghadap Allah swt.
Jangan mengira memiliki semua kemewahan itu bisa membuat kita bahagia. Biasanya kemewahan itu hanyalah modal utama dari rasa keserakahan kita untuk memonopoli diri kita sendiri. SADARLAH! Mungkin semua itu bukan yang terbaik untuk kita. Bisa saja kemewahan itu akan membuat kita lupa akan adanya Allah, akan adanya alam akhirat, akan adanya surga dan neraka, sehingga kita lalai akan kewajiban-kewajiban kita sebagai umat Nabi Muhammad saw.
Jangan pernah mengutuk diri sendiri jika kita terlahir sebagai seorang yang tidak berada. Sebab bisa jadi, yang sedikit itu mungkin bisa membawa kita pada keberkahan, membawa kita pada kebaikan, dan membawa kita pada ketenangan. Bisa jadi yang sedikit itu adalah amal untuk kita sebagai hamba yang selalu berucap syukur pada Allah swt di setiap keadaan. Insya Allah.
Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas'ud ra. berkata, Rasulullah bersabda kepada kami, sedang beliau adalah orang jujur dan terpercaya, "Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya dalam rahim ibunya selama empat puluh hari berupa nutfah (sperma) kemudian menjadi ‘alaqah (segumpal darah) selama waktu itu juga kemudian menjadi mudghah (segumpal daging) selama waktu itu pula, kemudian Allah mengutus malaikat untuk meniupkan roh kepadanya dan mencatat empat perkara yang telah ditentukan yaitu rizki, ajal, amal perbuatan, dan sengsara atau bahagianya.
Maka demi Allah yang tiada Tuhan selainNya, sesungguhnya ada seseorang diantara kalian beramal dengan amalan penghuni surga, sehingga tidak ada jarak antara dirinya dengan surga kecuali sehasta saja, namun ketetapan (Allah) mendahuluinya, sehingga ia beramal dengan amalan ahli neraka, maka ia pun masuk neraka.
Ada seseorang diantara kalian beramal dengan amalan penghuni neraka, sehingga tidak ada jarak antara dirinya dengan neraka kecuali sehasta saja, namun ketetapan (Allah) mendahuluinya, sehingga ia beramal dengan amalan penghuni surga, maka ia pun masuk surga"(HR. Bukhari dan Muslim) 
Yakinlah pada diri sendiri. Rizki, jodoh, dan kematian sudah ditentukan oleh Allah. Kita sebagai hambaNya hanya tinggal menjalani tanpa terlepas dari ikhtiar, do'a, dan tawakkal padaNya, sesuai dengan jalan hidup kita masing-masing.